Total Tayangan Halaman

Sabtu, 16 April 2011

Gedung Baru DPR Mirip Serangan Ulat Bulu

Sosiolog Universitas Sriwijaya Alfitri menilai gedung baru DPR merefleksikan keinginan tanpa batas dari anggota dewan. Dia mengibaratkan kengototan pembangunan gedung baru itu bak serangan ulat bulu yang kini menyerang berbagai daerah.

"Kalau dilihat ulat bulu, gedung baru ini ulat bulu. Ada penyebab kegatalan, ada masyarakat gelisah," kata Alfitri dalam Diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu, 16 April 2011.

Menurut Alfitri, kegatalan yang muncul dari masyarakat terhadap rencana pembangunan gedung baru itu adalah gatalnya masyarakat akibat kegelisahan dan keinginan untuk mengkritik. "Ini sebuah fenomena dagelan, bagaimana rapat-rapat DPR itu hanya dagelan politik saja," ujarnya.

Alfitri menilai parlemen masa lalu lebih baik dibandingkan saat ini. Kala itu, perdebatan di parlemen dilakukan secara massif tetapi muaranya tetap untuk kepentingan untuk rakyat. "Sekarang untuk rakyat tidak signifikan," katanya.

Dari kacamata sosiologi, Alfitri menilai kengototan DPR membangun gedung baru merupakan upaya untuk membangun simbolisasi kekuasaan. "Inilah yang sebabkan anggota parlemen ngotot," katanya.

Sementara itu, psikolog politik Hamdi Muluk menilai keinginan anggota dewan membangun gedung baru DPR menunjukan mereka tengah sibuk berlomba. Sayangnya lomba yang diikuti tersebut miskin substansi, gagasan, intelektualitas, miskin moral, dan karakter.

Hamdi menilai, anggota parlemen saat ini terjebak pada politik aksesoris dan kosmetik hingga mereka lupa menempatkan kepentingan rakyat.

"Dari awal yang masuk ke DPR itu dari hulunya itu, parpol tidak jalankan fungsinya yang benar nominasikan calon dengan kualitas yang benar," kata Hamdi.

Kondisi ini semakin parah ketika masyarakat sendiri tidak mengetahui dan mengerti anggota parlemen yang mereka pilih. Seharusnya anggota DPR merasa bahwa kelakuan mereka yang tidak benar bakal membuat kesempatan untuk terpilih kembali menjadi tipis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar